respon krisis ekonomi | uang krisis | uang abal-abal | sistem ekonomi dajjal | kecurangan uang kertas | transaksi keuangan | alat tukar keuangan | krisis finansial
Dalam bukunya The Gold Dinar and Silver Dirham Islam and The Future Of Money, Imran Hosein memberikan sebuah respon untuk meghadapi krisis akhir zaman dengan dua tahap kesimpulan yang cukup signifikan dan bisa menjadi daya dorong yang kuat untuk menumbuhkan kehidupan sesuai sunah utusan Tuhan.
Kapan pun Muslim sadar pada fakta bahwa mereka telah meninggalkan Sunah Nabi Muhammad (saw) dengan mengikuti persekutuan Kristen-Yahudi ke dalam perangkapnya, respon dasar adalah mereka harus kembali pada sunah tersebut. Bagaimanapun, sunah tersebut dengan jelas ada dalam Al-Qur’an sebagai Dinar emas dan Dirham perak, maka mereka pun harus meminta ampunan Allah atas perbuatan khianat tersebut dan segera berusaha meraih ampunan-Nya dengan berjuang kembali pada hal yang telah ditinggalkan tersebut. Bagaimana mereka berjuang? Apa yang harus mereka lakukan?
Tahap Pertama
Pembuatan koin emas dan perak yang memungkinkan umat Muslim menggunakannya untuk memenuhi kewajiban agama seperti membayar zakat, mas kawin, pembiayaan haji, dll. Selain itu, koin-koin tersebut akan berfungsi sebagai ‘penyimpan nilai’ dan memfasilitasi orang kaya cara untuk mengamankan kekayaannya dari kerugian akibat penurunan nilai mata uang kertas. Pembuatan koin emas dan memfungsikannya sebagai alat tukar dalam jual-beli di pasar menawarkan jalan keluar bagi orang miskin yang memiliki kesulitan dalam membeli dan menyimpan bahkan satu koin Dinar emas. Bagaimanapun juga, pembuatan Dinar emas dan Dirham perak dan pengedarannya di pasar merupakan nilai penting dalam proses pencerdasan masyarakat yang lebih dalam.
Ketika koin emas dan perak memasuki pasar sebagai ‘alat tukar’ dan ‘pengukur nilai’, uang sunah akan ‘hidup’ kembali. Uang sunah akan segera memperlihatkan adanya kecurangan dalam uang kertas. Prinsipnya adalah bahwa uang yang baik (haq) membuka keburukan uang yang batil. Kita dapat memperkirakan bahwa persekutuan Kristen-Yahudi yang sekarang memimpin dunia, begitu juga teman-teman akrabnya di dunia Muslim, dan perbankan dunia pada umumnya, akan menentang segala usaha yang mungkin kita lakukan untuk memberlakukan emas dan perak sebagai alat tukar yang legal.
Oleh karenanya, respon dasar Islam terhadap sistem moneter yang menyusahkan ini adalah harus berfokus pada undang-undang transaksi yang melarang penggunaan koin-koin emas dan perak sebagai alat tukar yang legal. Masyarakat harus diarahkan kepada pertanyaan mengapa penggunaan Dinar sebagai uang dilarang? Tidak akan ada pemerintah di dunia yang dapat menjawab pertanyaan tersebut karena bahkan IMF(dajjal haramkan logam mulia) pun tidak dapat menjawabnya.
Usaha untuk merespon hukum yang menindas tersebut harus dilakukan dalam bentuk perjuangan yang sesuai dengan strategi sunah (sunah Nabi Muhammad [saw] dalam berjuang melawan penindasan). Sunah tersebut mengajarkan pada kita bahwa program pencerdasan masyarakat adalah tahap pertama dalam perjuangan menempuh kebebasan dari penindasan ekonomi dan politik. Esai ini ditulis untuk tujuan tersebut.
Bagaimanapun juga, banyak Muslim tidak dapat diyakinkan akan kecurangan uang kertas dalam sistem moneter pada masa kini selama ulama mereka tidak memahami subjek tersebut dan masih tetap mempertahankan keabsahan uang kertas tersebut. Oleh karenanya akan sangat membantu jika masyarakat Muslim memperhatikan hadits ketika Nabi Muhammad (saw) memperingatkan akan datangnya masa ketika ulama Islam mengkhianati Islam, sampai-sampai mereka menjadi “manusia paling buruk di bawah langit” dan bahwa “tidak ada yang tersisa dari Islam kecuali hanya namanya saja”:
Tahap Pertama
Pembuatan koin emas dan perak yang memungkinkan umat Muslim menggunakannya untuk memenuhi kewajiban agama seperti membayar zakat, mas kawin, pembiayaan haji, dll. Selain itu, koin-koin tersebut akan berfungsi sebagai ‘penyimpan nilai’ dan memfasilitasi orang kaya cara untuk mengamankan kekayaannya dari kerugian akibat penurunan nilai mata uang kertas. Pembuatan koin emas dan memfungsikannya sebagai alat tukar dalam jual-beli di pasar menawarkan jalan keluar bagi orang miskin yang memiliki kesulitan dalam membeli dan menyimpan bahkan satu koin Dinar emas. Bagaimanapun juga, pembuatan Dinar emas dan Dirham perak dan pengedarannya di pasar merupakan nilai penting dalam proses pencerdasan masyarakat yang lebih dalam.
Ketika koin emas dan perak memasuki pasar sebagai ‘alat tukar’ dan ‘pengukur nilai’, uang sunah akan ‘hidup’ kembali. Uang sunah akan segera memperlihatkan adanya kecurangan dalam uang kertas. Prinsipnya adalah bahwa uang yang baik (haq) membuka keburukan uang yang batil. Kita dapat memperkirakan bahwa persekutuan Kristen-Yahudi yang sekarang memimpin dunia, begitu juga teman-teman akrabnya di dunia Muslim, dan perbankan dunia pada umumnya, akan menentang segala usaha yang mungkin kita lakukan untuk memberlakukan emas dan perak sebagai alat tukar yang legal.
Oleh karenanya, respon dasar Islam terhadap sistem moneter yang menyusahkan ini adalah harus berfokus pada undang-undang transaksi yang melarang penggunaan koin-koin emas dan perak sebagai alat tukar yang legal. Masyarakat harus diarahkan kepada pertanyaan mengapa penggunaan Dinar sebagai uang dilarang? Tidak akan ada pemerintah di dunia yang dapat menjawab pertanyaan tersebut karena bahkan IMF(dajjal haramkan logam mulia) pun tidak dapat menjawabnya.
Usaha untuk merespon hukum yang menindas tersebut harus dilakukan dalam bentuk perjuangan yang sesuai dengan strategi sunah (sunah Nabi Muhammad [saw] dalam berjuang melawan penindasan). Sunah tersebut mengajarkan pada kita bahwa program pencerdasan masyarakat adalah tahap pertama dalam perjuangan menempuh kebebasan dari penindasan ekonomi dan politik. Esai ini ditulis untuk tujuan tersebut.
Bagaimanapun juga, banyak Muslim tidak dapat diyakinkan akan kecurangan uang kertas dalam sistem moneter pada masa kini selama ulama mereka tidak memahami subjek tersebut dan masih tetap mempertahankan keabsahan uang kertas tersebut. Oleh karenanya akan sangat membantu jika masyarakat Muslim memperhatikan hadits ketika Nabi Muhammad (saw) memperingatkan akan datangnya masa ketika ulama Islam mengkhianati Islam, sampai-sampai mereka menjadi “manusia paling buruk di bawah langit” dan bahwa “tidak ada yang tersisa dari Islam kecuali hanya namanya saja”:
“Tak akan lama lagi sebelum masa itu datang ketika tidak akan ada yang tersisa dari Islam kecuali namanya, dan tidak ada yang tersisa dari Al-Qur’an kecuali tulisannya. (Pada saat itu) Masjid mereka adalah bangunan yang megah namun tanpa petunjuk. Dan (pada waktu itu) ulama mereka adalah manusia terburuk di bawah langit, dari mereka akan keluar fitnah dan kepada mereka fitnah tersebut akan kembali.” (Sunan, Tirmizi)
Tahap Kedua
Tahap kedua dari perjuangan tersebut yaitu melibatkan penolakan penduduk desa untuk menerima dan menggunakan uang kertas atau uang elektronik. Contohnya, petani beras di Pulau Jawa, Indonesia, diarahkan untuk meminta agar berasnya dibayar dengan Dinar. Jika pembeli menolak pembayaran dengan Dinar, petani kemudian dapat menilai beras mereka dengan menggunakan beras tersebut sebagai alat tukar. Dengan demikian, beras akan digunakan sebagai uang. Tentunya penggunaan beras sebagai uang bersifat sementara dan dapat berfungsi hanya untuk pembelian skala kecil atau mikro. Dengan cara ini, uang sunah akan menggantikan uang kertas dan elektronik, setidaknya dalam pertukaran finansial skala mikro.
Sementara itu, kota-kota akan tetap terjebak dalam uang elektronik selama pemerintahan dunia Ya’juj dan Ma’juj mengendalikan pemerintahan dunia 4 .
Bagaimanapun juga, uang sunah dapat bergerak dari desa-desa ke kota- kota hingga nubuatan dari Nabi (saw) terpenuhi:
Sementara itu, kota-kota akan tetap terjebak dalam uang elektronik selama pemerintahan dunia Ya’juj dan Ma’juj mengendalikan pemerintahan dunia 4 .
Bagaimanapun juga, uang sunah dapat bergerak dari desa-desa ke kota- kota hingga nubuatan dari Nabi (saw) terpenuhi:
Abu Bakar bin Abi Maryam melaporkan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda: Akan datang masa pada umat manusia di saat tidak ada lagi (yang tersisa), dan yang akan bermanfaat (atau menguntungkan) adalah menyimpan Dinar (koin emas) dan Dirham (koin perak).” (Musnad, Ahmad)
COMMENTS