Download Hegemoni kristen-barat dalam studi Islam di perguruan tinggi PDF, Hegemoni kristen-barat dalam studi Islam di perguruan tinggi, kristen barat perguruan islam
Kewajiban seorang Muslim sebelum beramal adalah berilmu. Bahkan agar aqidahnya lurus dan terjaga kualitasnya, ia harus senantiasa memupuknya dengan ilmu. Bila ilmu yang memupuk keimanannya ini benar, maka ia akan tumbuh sebagai seorang muslim yang penuh dengan sifat-sifat terpuji. Sebaliknya bila ilmu yang memupuk aqidahnya ini adalah rusak atau bersifat racun, maka ia akan menjadi muslim yang keimanannya ragu-ragu atau sesat.
Karena itu, kemunkaran terbesar dalam pandangan Islam, adalah kemunkaran di bidang aqidah Islamiyah atau kemunkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Kemunkaran ini berawal dari kerusakan ilmu-ilmu Islam, yang terkait dengan asas-asas pokok dalam Islam. Kemunkaran jenis ini jauh lebih dahsyat dari kemunkaran di bidang amal. Sebagai gambaran, dosa orang yang mengingkari kewajiban shalat lima waktu, lebih besar dari pada dosa orang yang meninggalkan shalat karena malas, tetapi masih meyakini kewajiban shalat. Dosa orang yang tidak mengamalkan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an lebih ringan dibandingkan dengan orang yang mengampanyekan bahwa ada ayat-ayat AI-Qur' an yang tidak valid.
Lebih dari tiga puluh tahun lalu, cendekiawan muslim Prof. Dr. HM Rasjidi mengingatkan bahaya penggunaan metode Orientalis dalam studi Islam di IAIN dan perguruan tinggi Islam lainnya- Nasihat dan peringatan Rasjidi itu tidak diperhatikan. Kini, peringatan Rasjidi menjadi kenyataan.
Dari kampus-kampus berlabel Islam bermunculan pemikiran dan gerakan 'aneh'. Dari IAIN Bandung, muncul teriakan yang menghebohkan/ 'Selamat bergabung di area bebas tuhan. 11 Tahun 2004, IAIN Yogyakarta membuat sejarah baru dalam tradisi keilmuan Islam, dengan meluluskan sebuah tesis master yang menyerang kesucian dan otentisitas Al-Quran. Dari Fakultas Syariah IAIN Semarang, lahir jurnal yang menyerang Al-Qur'an dan memperjuangkan legalisasi perkawinan homoseksual. Pluralisme agama dan relativisme kebenaran -paham syirik modern yang menyerukan kebenaran semua agama- justru disebarkan dan diajarkan di lingkungan perguruan tinggi Islam. Dari UIN Jakarta, sejumlah dosennya justru menjadi pendukung gerakan perkawinan antaragama. Ada apa sebenarnya dengan kondisi dan arah studi islam di perguruan tinggi Islam di Indonesia saat ini? Mengapa begitu mudahnya framework Orientalis dalam studi Islam menghegemoni wacana studi Islam?
Kerusakan di bidang ilmu-ilmu dasar Islam ini temyata telah puluhan tahun merambah perguruan-perguruan tinggi Islam. Bahkan di kampus umum yang terdapat jurusan studi Islam, juga mengalami hal yang sama. Tentu kejadian ini bukan kebetulan. Ada skenario dan grand design di balik itu semua. Adian Husaini mencoba memaparkan fakta-fakta merunut sejarah kerusakan ilmu-ilmu Islam di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Paparan yang obyektif dan aktual dari cendekiawan muda muslim ini, Insya Allah bermanfaat bagi kita semua.
DR. ADIAN HUSAINI, lahir di Bojonegoro pada 17 Desember 1965. Pendidikan formalnya ditempuh di SD-SMA di Bojonegoro, Jawa Timur. Gelar Sarjana Kedokteran Hewan diperoleh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, 1989. Magister dalam Hubungan Internasional dengan konsentrasi studi Politik Timur Tengah diperoleh di Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya, dengan tesis berjudul Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel. Sedangkan gelar doktor dalam bidang Peradaban Islam diraihnya di International Institute of Islamic Thought and Civilization — Internasional Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), dengan disertasi berjudul “Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican Council: A Critical Reading of The Second Vatican Council’s Documents in The Light of the Ad Gentes and the Nostra Aetate.
COMMENTS