Download Terjemah Ihya Ulumuddin dan Kontroversi Alim Ulama

Download Terjemah Ihya Ulumuddin | Ihya Ulumuddin dan Kontroversi Alim Ulama | SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN | SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN HAMKA | Hadis Palsu Dalam Kitab Ihya Ulumuddin Imam al-Ghazali |


Al-Imam al-Ghazali adalah seorang tokoh umat Islam yang dihormati. Jasa dan sumbangannya dalam sebahagian bidang agama tidak dapat dilupakan. Beliau adalah ahli fikir yang besar. Namun bidang hadis bukanlah pengkhususan beliau. Ini diakui oleh mereka yang alim dalam bidang hadis.

Dr HAMKA untuk terjemahan al-Ihya' Indonesia. Ia ditulis pada Desember 1963. Antara lain beliau berkata:
Dan yang lebih penting lagi, sebagai seorang ahli pikir yang bebas dan besar, beliau membebaskan pikirannya dari pengaruh penafsir-penafsir yang terdahulu daripadanya, tetapi hadits-hadits yang dijadikannya dalil, kerapkali tidak memperhatikan ilmu sanad hadits, sehingga sebagaimana ditulis oleh ayahku dan guruku Syaikh Abdulkarim Amrullah dalam bukunya Sullamul Ushul membaca Ihya' musti hati-hati, karena banyak haditsnya lemah.

Oleh karena itu dengan adanya kontroversi ulama terhadap kitab ini maka sudah menjadi keharusan, kewajaran bagi para pengikut utusan Tuhan adanya kehati-hatian ketelitian dalam mengkaji kitab ini.

Kami juga berharap sebelum mengkaji kitab ini, silahkan baca terlebih dahulu pendapat-pendapat para alim ulama dengan mendownload EBOOKnya disini

Juga sudah kami sertakan penjelasan dari ulama-ulama kontemporer mengenai kitab ihya ulumuddin di bawah.

Semoga kita dijauhkan dari kesesatan dan selalu memiliki kekuatan untuk menepis jalan sesat yang siapapun dapat terperosok di dalamnya kecuali manusia mukhlis.

QS Al-Hijr
15:39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

15:40. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".

Sambutan Al-Ustadz Al-Fadlil Dr. H.A. Malik Karim Amrullah (Dr.HAMKA)

SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN


Kitab Ihya' Ulumiddin, buah tangan Al-Imam Al-Ghazali adalah salah satu karya besar dari beliau dan salah satu karya besar dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu Pengetahuan Islam, namun yang menjadi inti-sari dari seluruh karangan-karangan beliau itu ialah Kitab Ihya' Ulumiddin.

Beliau pilih untuk menjadi judul nama bukunya Ihya' Ulumiddin, artinya ialah: MENGHIDUPKAN KEMBALI PENGETAHUAN AGAMA.

Sebabnya maka itu judul yang beliau pilih, ialah karena pada waktu itu ilmu-ilmu Islam sudah hampir teledor oleh ilmu yang lain, terutama oleh filsafat Yunani, khusus Filsafat Aristoteles te­lah disambut dengan amat asyiknya oleh ahli-ahli fikir Islam, yang dipelopori oleh Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain di Timur dan ke­mudian menjalar pula ke Barat (Andalusia dan Afrika Utara), sesu­dah Ghazali, yang dipelopori oleh Ibnu Rusyd.

Filsafat Yunani itu pada waktu itu dinamai 'Ulumul Awail, artinya Pengetahuan orang zaman purbakala. Oleh sebab Islam sangat berlapang dada menerima segala macam ilmu pengetahuan ataupun hikmat, walau dari manapun datang­nya, maka dalam abad-abad kedua dan ketiga hijriyah, teruta­ma di zaman permulaan fajar Daulat Bani `Abbas, banyaklah pe­ngetahuan lain bangsa disalin ke dalam bahasa Arab, guna memper­kaya perpustakaan dan buah pikiran Arab Islam sendiri. Sebab ke­majuan Islam dan Daulah Islamiyah dalam lapangan politik dan pengaruh kebudayaan, tidaklah akan dapat bertahan lama kalau pemikiran dari sarjana-sarjana tidak meluas dan mendalam.

Majulah Islam dalam lapangan fiqhi, ilmu kalam, tasawwuf dan filsafat. Tetapi kadang-kadang Ilmu Islam yang asli telah teledor oleh karena kemajuan dalam bidang yang tersebut di belakang ini, yakni filsafat. Al-Ghazali telah tampil ke muka mempersiapkan dirinya dengan ilmu-ilmu yang ada pada masa itu. Beliau memper­dalam Ilmu -Kalam, beliau memperdalam fiqhi (Ilmu Hukum) dan perhatian beliau akhirnya amat tertarik kepada Filsafat sampai di­pelajarinya pula amat mendalam. Hasil dan buah dari penyelidik­annya terhadap Filsafat itu telah diungkapkannya dalam buku-bu­kunya "Al-Munqidzu minadl dlalal" (Pembangkit dari lembah ke­sesatan), "Maqashid al-Falasifah" (Tujuan dari pada para Failasoof) dan "Tahafut al-Falasifah" (Kekacau-balauan para Failasoof).

Beliau — setelah pengembaraan dalam alam pikiran yang menda­lam itu— telah menyatakan kesimpulan bahwa filsafat itu, baik juga untuk melatih kita berfikir. Tetapi jadi amat berbahaya kalau sekiranya pikiran yang akan dipergunakan bagi berfilsafat tidak terlatih terlebih dahulu dengan tuntunan Wahyu Ilahi dan ­tuntunan Nabi. Ada orang mengatakan bahwa berfikir filsafat itu harus bebas, obyektif, jangan ada yang mempengaruhi terlebih da­hulu. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidaklah ada seorang manusiapun yang dapat membebaskan dirinya dari pada pengaruh alam dikelilingnya. Apakah lagi — menurut Ghazali — Failasoof-Failasoof Yunani yang mempengaruhi berfikirnya Failasoof-Faila­soof Muslim seumpama Al-Farabi dan Ibnu Sina, karena penera­wangan berfikir bebas itu, telah sampai kepada kesimpulan bahwa Alam itu adalah qodim penaka Tuhan juga. Disini Filsafat sudah menjauh sendirinya dari pada pokok ajaran agama.

Lantaran itu maka Ghazalipun amat menyuruh hati-hati di da­lam belajar 'Ilmul Kalam, IIlmu Theologi dalam Islam. Untuk orang awam —kata beliau— 'Ilmul Kalam itu lebih besar bahayanya daripada manfaatnya, sehingga beliau keluarkan sebuah risalah ber­nama "Iljamul 'Awam" (Mengekang orang awam) dari pada mem­bicarakan Ilmu Kalam. Iman kepada Allah— menurut Ghazali- ti­daklah dapat dengan dipelajari secara "akal semata", melainkan hendaklah karena dirasakan, demi setelah meleburkan diri keda­lam persada Alam yang ada dikeliling kita.

Setelah nyata bahwa dengan filsafat bukan, dengan 'Ilmul Kalam bukan, dengan debat-berdebat (jidal) Ilmu Fiqhi-pun bukan, ma­nakah jalan yang dapat mencapai kepada Tuhan itu?

Ghazali akhirnya berpendapat bahwa mendekati Tuhan, merasa adanya Tuhan dan ma'rifat kepada Tuhan, hanya dapat dicapai dengan menempuh satu jalan, yaitu jalan yang ditempuh oleh kaum Shufi.

Ghazalipun insyaf bahwasanya di zamannya pertentangan kaum syari'ah amat besar dengan kaum Shufi atau kaum Hakikat. Kaum Fuqaha menghabiskan waktunya di dalam membincangkan syah dan bathal, dengan mengabaikan perhatian kepada kehalusan perasaan, sedang kaum Shufi saling terlalu memupuk perasaan (dzauq) kadang-kadang tidak memperdulikan mana amalan, ibadat dan syari'at yang sesuai dengan Sunnah Rasul dan mana yang tidak.

Tasawwuf perlu untuk memupuk perasaan halus manusia, atau `athifah. Tetapi kadang-kadang terlanjur keluar dari garis syari'at. Syari'at perlu untuk mengatur kehidupan sehari-hari menurut jalan Rasul, tetapi kadang-kadang menjadi kaku dan kehilangan intisari karena hanya tunduk kepada yang tertulis belaka sehingga kebebas­an manusia buat berfikir, buat merasa dan buat berfantasi menjadi hilang.

Syari'at tanpa hakikat, menjadi bangkai tak bernyawa. Hakikat tanpa syari'at menjadi nyawa tak bertubuh.

Ghazali berusaha mempersatu-padukan keduanya. Dengan dasar itulah beliau ingin menghidupkan kembali Ilmu Agama: IHYA' 'ULUMIDDIN.

Dengan bersumber kepada Al-Quran, dengan kembali kepada Sunnah Rasul yang asli, kita bongkar dan kita gali ilmu yang sejati. Di dalamnya terkandunglah hikmat-hikmat yang tinggi, yang kadang-kadang mungkin dapat dinamai filsafat, kadang-kadang dapat dinamai Ilmul Kalam, Fiqhi dan lain-lain, apatah lagi buat mengetahui rahasia yang terkandung dalam hati (Asroril-Qulub).

Apabila ilmu telah dihidupkan kembali, syari'at mesti bertemu dengan hakikat, amal saleh mesti dinyawai oleh Iman dan di sam­ping riadlah jasmani (latihan badan) kita adalah riadlah annafs atau riadlah qalb (latihan jiwa atau latihan hati). Disitulah kita mendapat "Haqiqat al Hajah (hidup yang sejati).

Sejak daripada ibadat, sembahyang, puasa, zakat dan hajji, sampai kepada mu'amalat (pergaulan hidup manusia sehari-hari), sampai kepada munakahat (pembangunan rumah tangga), sampai kepada hukum-hukum pidana, semuanya beliau cari isi dan umbinya,inti atau sarinya dalam alam hakikat dan hikmat, sehingga hidup kita sebagai muslim berarti lahir dan bathin.

Maka kitab "IHYA' 'ULUMIDDIN" adalah hasil karya positif sesu­dah beliau ragu (syak, sceptis) terhadap segala persoalan dalam bidang kepercayaan dan akhirnya keraguan itu sedikit demi sedikit mulai hilang, berganti dengan yakin. Dan itulah yang beliau hidang­kan ke dalam masyarakat muslim.

Sebagai seorang ahli fiqih Islam yang besar, karangan beliau ini mendapat sambutan hangat. Mendapat sanjung puji yang tinggi dan juga mendapat sanggahan yang hebat.
Di zaman pemerintahan Sultan Yusuf bin Tasyfin di negeri Maghribi di Fas (Fez) kaum Fuqaha sangat murka kepada Ghazali, sebab karangannya Ihya' 'Ulumiddin banyak mengeritik kaum ahli fiqhi, yang sudah menjauh daripada Al-Qur'an dan hanya tengge­lam ke dalam taqlid. Fuqaha marah, sehingga mengusulkan kepada Sulthan supaya Ihya' dibakar saja dan dilarang keras peredarannya ke Maghribi. Di kala disampaikan orang berita itu kepada Ghazali serta-merta beliau berkata: "Tuhan akan merobek kerajaan mereka sebagaimana mereka telah merobek kitabku".

Tiba-tiba muncullah dalam majlis itu, murid beliau Muhammad bin Taumrut, yang bergelar Al-Mahdi, lalu berkata : "Wahai Imam! Doakanlah kepada Tuhan bahwa keruntuhan kerajaan Bani Tasyfin akan terjadi di tangan saya".

Kemudian memang jatuhlah kerajaan Murabithin, digantikan oleh murid Imam Ghazali yang bernama Muhammad bin Taumrut itu, dengan nama Kerajaan Muwahhidin. Bila Imam Ghazali menge­tahui bahwa muridnyalah yang menjadi raja, dan kitab beliau telah diakui kembali di negeri itu, beliau berniat hendak hijrah ke Magh­ribi. Sayang sekali sebelum beliau berangkat, beliau meninggal du­nia tahun 505 H. dalam usia 55 tahun.

"Ihya' 'Ulumiddin" adalah salah satu karya besar, yang diakui besar fikiran yang terkandung di dalamnya. Ds. Zwemmer, to­koh sending Kristen yang terkenal, berpendapat bahwa sesudah Nabi Muhammad saw. adalah dua Pribadi yang amat besar jasanya menegakkan Islam, pertama Imam Bukhari karena pengumpulan Haditsnya, kedua Imam Ghazali karena "Ihya'-nya".

Segala sesuatu apabila telah tercapai kesempurnaannya, nam­paklah di mana kekurangannya. "Tanda gading yang tulen, ialah retaknya". Alam ini sendiri menjadi amat sempurna, karena serba kekurangannya. Tuhan mencipta 'Alam dalam kesempurna­annya, karena ada kekurangannya. Kalau tidak ada yang cacat niscaya Allah Ta'ala tidak kaya karena tidak menjadikan sesuatu yang bernama cacat.

Demikian juga kitab-kitab karangan Ghazali terutama Ihya' 'Ulu­middin ini. Kadang-kadang beliau, lantaran asyiknya memperi­ngatkan kesucian hidup, telah jatuh kepada bersangatan mencela dunia. Orang yang terpengaruh oleh ajaran Ghazali tentang cacat dunia, maulah rasanya mengutuk sama sekali dunia itu. Mengutuk dunia bisa menyebabkan dunia itu lepas dari tangan kita, hingga dipungut oleh orang lain, sehingga negara-negara Islam terjajah.

Kadang-kadang beliau menganjurkan hidup membujang, tak usah beristeri. Supaya beban hidup dalam munajat kepada Tuhan menjadi ringan, padahal ajaran asli Islam tidak mengajarkan demikian.

Dan yang lebih penting lagi, sebagai seorang ahli pikir yang bebas dan besar, beliau membebaskan pikirannya dari pengaruh penafsir-penafsir yang terdahulu daripadanya, tetapi hadits-hadits yang dijadikannya dalil, kerapkali tidak memperhatikan ilmu sanad hadits, sehingga sebagaimana ditulis oleh ayahku dan guruku Syaikh Abdulkarim Amrullah dalam bukunya Sullamul Ushul membaca Ihya' musti hati-hati, karena banyak haditsnya lemah.

Itulah menjadi bukti bahwasanya seorang sarjana atau seorang failasoof yang besar tidaklah melengkapi ilmunya dalam segala -bidang. Ghazali lemah dalam ilmu hadits, tetapi dia besar dalam penciptaan fikiran. Sebagaimana juga Ulama-Ulama Ahli Hadits, kebanyakannya tidak sanggup buat menciptakan fiqhi atau menge­luarkan faham bebas, sebab amat terikat oleh hadits-hadits, sehing­ga fikirannya menjadi buntu karena kekuatan hafalan.

Perhatikan kepada ajaran Filsafat Ethika (Akhlaq) Al-Ghazali sampai saat-saat sekarang ini masih menjadi bahan yang kaya untuk direnungkan. Setengah ahli selidik dan orientalist Barat ber­pendapat bahwa keragu-raguan Descartes adalah pengaruh keragu-raguan Ghazali. Ragu (skeptis, syak) adalah tangga utama menuju yakin. Pada tahun 1924 Zaki Mubarak di Mesir mencapai gelar Doktornya karena kritiknya yang bernama "Akhlaq menurut Ghazali" yang sebagai seorang sarjana yang masih muda dia menghantam ajaran Ghazali sebagai suatu ajaran yang menyebabkan jiwa melempem. Tetapi setelah dia berusia lebih 40 tahun dikeluarkan­nya pula promosinya untuk gelar doktor yang ketiga-kalinya berna­ma "Tasawwuf Islam", yang kalau dibaca, ternyata bahwa pukulannya kepada Ghazali khasnya dan Tasawwuf 'amnya, tidak sekeras dahulu lagi. Di tahun 1947 Dr. Sulaiman Dunia Maha Guru Filsafat dan 'ilmu Kalam di Al-Azhar University mengeluarkan lagi study­nya "Hakikat menurut pandangan Ghazali ". Ditahun terakhir sam­pai tahun 1963 masih tetap ada sarjana Islam yang meninjaunya kembali.

Kupasan Ghazali tidak akan habis-habisnya menjadi bahan study tentang tasawwuf, tentang aqidah, tentang filsafat dan ethika (akhlaq).

Demikian itulah selayang pandang saya tentang IHYA' 'ULUMID­DIN oleh "Hujjatul Islam" Al-Ghazali.

Di dalam perkembangan ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu Islam di Indo­nesia, tasawwuf Imam Ghazali dengan Ihya'-nya besar sekali peranannya. Madzhab Sunni yang masuk kemari sejak zaman kera­jaan Islam Pasai ialah Madzhab Syafi i. Imam Ghazali adalah seo­rang Ulama Muta-akhkhirin dalam madzhab itu.

Tasawwuf "Wihdatul Wujud" (Pantheisme) Al-Hallaj yang mu­lanya amat berpengaruh di sini menjadi terdesak karena datang­nya ajaran Ghazali. Kitab Ihya' `Ulumiddin menjadi pegangan ula­ma-ulama di tanah air kita. Syaikh Abdus Samad Al-Falimbani diu­jung abad kedelapan belas telah mengambil inti-sari kitab Ihya` dan menyalinnya ke dalam bahasa Indonesia (Melayu Lama) dengan nama "Sairus-Salikin". Demikian juga terdapat dalam karangan-karangan Ulama-ulama Aceh. Kitab Ihya` pun telah disarikan oleh Ulama-ulama di Jawa ke bahasa Jawa huruf Pegon. Dizaman mo­dern ini, saya sendiri amat banyak mengambil buah renungan Gha­zali untuk buku saya "Tasawwuf Modern". Tetapi belum ada usa­ha selama ini menyalin kitab yang besar 4 jilid itu ke dalam bahasa Indonesia modern.

Tiba-tiba pada bulan Rajab 1383 Hijriyah, bertepatan dengan hari-hari peringatan Isro' dan Mi'roj Nabi Muhammad saw. seorang Ulama Muda dari Aceh, yang telah lama saya kenal, yaitu Tengku Haji Ismail Yakub MA-SH, telah datang kerumah saya memperlihatkan salinan (terjemahan) Kitab Ihya' Ulumiddin ke dalam bahasa Indonesia yang beliau kerjakan sendiri dan meminta saya supaya sudi memberikan kata sambutan atas usahanya yang amat berharga itu.

Tidak pelak lagi kalau saya bergembira menyambut usaha beliau itu. Perhatian kepada Islam dan inti ajarannya di zaman seka­rang telah mulai besar di tanahair kita ini. Banyak kaum terpe­lajar secara Barat mulai memperhatikan Islam. Banyak mereka mendengar nama kitab Ihya' atau membaca adanya kitab itu dari kalangan Orientalist Barat, sayang mereka tidak mengetahui bahasa Arab. Terjemahan Ustadz Tengku H. Ismail Yakub ini sudah dapat memuaskan dahaga mereka.

Banyak telah berdiri Perguruan Tinggi Islam. Sayangnya mahasiswa kebanyakan lemah bahasa Arabnya. Dengan salinannya Ihya' mereka sudah dapat membandingkan fikiran ciptaan Failasoof Islam ini dengan aliran-aliran filsafat yang lain. Baik Filsafat Yunani atau Filsafat Scholastik Kristen atau Filsafat Modern.
Mubaligh-mubaligh pun mendapat banyak bahan untuk study. Dan lebih dari itu semuanya dengan membaca salinan Ihya' ini, dengan sendirinya moga-moga isinya yang bernas dapat mempe­ngaruhi jiwa kita, sehingga kita dapat menjadi seorang Muslim yang tha'at dan cinta kepada Allah dan Rasul Allah.

Dalam pembangunan bangsa kita sekarang ini, yang kita seba­gai Muslim amat ingin agar Islam menjadi unsur mutlak dalam pefnbangunan itu, maka terjemahan Ihya' Ulumiddin ke dalam bahasa Indonsia oleh Ustadz Tk. H. Ismail Yakub MA-SH., adalah satu karya yang amat saya pujikan.

Moga-moga Tuhan Allah memberi taufiq kita bersama dalam menuju ridlaNya.

Dr. H.A. Malik KarimAmrullah
Kebayoran Baru, Jakarta: Rajab 1383.
Desember 1963.


Hadis Palsu Dalam Kitab Ihya Ulumuddin Imam al-Ghazali

Dan bagi masyarakat Islam di negara ini yang ingin mendalami ilmu agama, kitab Ihya Ulumuddin karangan Sheikh Al Ghazali (Imam al-Ghazali) antara yang amat popular.

Bagaimanapun pakar hadis dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Profesor Datin Paduka Dr Jawiah Akhir mendedahkan, kajiannya menemui terdapat hingga 265 hadis palsu atau mawdu ditemui dalam kitab tersebut.

Dr Jawiah mendedahkan, kajiannya turut mendapati 285 daripada 825 hadis yang sering dipetik oleh masyarakat Melayu adalah mawdu.

Selain Ihya Ulumuddin, kitab lain yang dikesan mengandungi hadis palsu adalah Durrah al Nasihin oleh Al-Hindi, Irshah ‘Ibad’ Ila Sabil Al Rashad (Sheikh Zayn Al-Din Al Malabari), Matla Al Badrayn dan Al Jawhar Al Mawhub wa Munabbihat Al Qulubby (Sheikh Ali Abd Al-Rahman Al Kelantani).

Antara punca hadis palsu menyelinap masuk ke dalam kitab karangan ulama terkenal menurut Dr Jawiah adalah kepentingan politik apabila tercetus konflik antara Sunni dan Syiah bagi mencapai maksud tertentu, kepentingan peribadi penglipur lara untuk mendapatkan imbuhan apabila memperdengarkan sesuatu yang disukai pendengar dan boleh jadi juga berlaku ketika proses terjemahan Bahasa Arab ke Bahasa Melayu.

Profesor Datin Paduka Dr Jawiah Akhir

Apa yang meresahkan, hadis palsu ini telah sebati dalam masyarakat kita dan sering diungkap dengan yakin baik oleh orang yang tidak mempunyai kelayakan agama di kedai kopi mahu pun pendakwah terkenal di kaca TV sebagai mana diajarkan guru mereka.

Walau pun kedengaran agak kontroversi, sebenarnya ini bukan kali pertama kitab Ihya Ulumuddin ditegur oleh ulama seluruh dunia mempunyai hadis meragukan.

Kita lihat apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh hadis mengenai kitab Ihya‘ Ulumiddin, antaranya:

1. Kata al-Hafizd al-Imam Ibn Kathir (meninggal dunia 774H) dalam kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah: “Ketika berada di Damsyik dan Baitulmaqdis, al-Ghazali mengarang kitabnya Ihya ‘Ulumiddin. Ia sebuah kitab yang ganjil. Ia mengandungi ilmu yang banyak berkaitan syarak, bercampur dengan kehalusan tasawuf dan amalan hati. Namun dalamnya banyak hadis yang gharib, mungkar dan palsu.’’ (Rujukan: Ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, 12/186, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.)

2. Kata al-Hafizd al-Imam Ibn Jauzi (wafat 597H): “Kemudian datang Abu Hamid al-Ghazali menulis untuk golongan sufi kitab al-Ihya Ulumiddin berdasarkan pegangan mereka. Dia memenuhi bukunya dengan hadis-hadis batil yang dia tidak tahu kebatilannya.’’ (Rujukan: Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm 190, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyyah).

3. Kata al-Hafizd al-Imam al-Zahabi (wafat 748H), “"Adapun kitab al-Ihya padanya ada sejumlah hadis-hadis yang batil. Sekiranya tidak ada padanya adab, cara dan zuhud yang diambil daripada ahli falsafah dan golongan sufi yang menyeleweng, padanya ada kebaikan yang banyak. Kita memohon daripada Allah ilmu yang bermanfaat. Tahukah anda apa itu ilmu yang bermanfaat? Ia apa yang dinyatakan al-Quran dan ditafsirkannya oleh Rasulullah s.a.w. secara perkataan dan perbuatan".” (Rujukan: Al-Zahabi, Siyar ‘Alam al-Nubala’, 19/339, Beirut: Dar al-Risalah.)

4. Kata Syeikh al-Islam Ibn Taimiyyah (wafat 728H): “Abu Hamid (Al-Ghazali) tidak mempunyai kepakaran dalam hadis-hadis Nabi dan riwayat-riwayat salaf seperti mana yang dimiliki oleh ahli-ahli yang mengetahui perkara itu.

“Mereka dapat membezakan antara yang sahih dan yang tidak sahih. Oleh itu, al-Ghazali menyebut dalam kitab-kitabnya hadis dan athar yang palsu dan dusta, yang mana kalau mengetahuinya tentu dia tidak menyebutnya.” (Rujukan: Ibn Taimiyyah, Dar’u Ta’arud al-‘Aql wa al-Naql, 7/149, Riyad: Dar al-Kunuz al-Adabiyyah.)

Sebagai langkah penyelesaian bagi mengatasi masalah hadis-hadis palsu dan daif yang terlalu banyak dalam Ihya maka kitab tersebut hendaklah dibaca bersama dengan takhrij (penilaian dan semakan) yang dibuat oleh Al-Hafizd al-‘Iraqi (wafat 806H). Al-Hafizd Abd. al-Rahim bin al-Husain al-‘Iraqi telah menyemak hadis-hadis Ihya dengan menyebut sumber hadis-hadis yang disebut dalamnya serta kedudukan hadis-hadis tersebut. Banyak hadis Ihya telah dihukum tidak ada asal-usul dalam kitab-kitab hadis.

Takhrij al-Hafizd al-‘Iraqi telah dicetak bersama dengan kitab Ihya. Maka hendaklah kita berhati-hati ketika memetik hadis-hadis daripada kitab tersebut dengan cara merujuk kepada takhrij berkenaan.

Kata seorang muhaqqiq yang terkenal di zaman ini, al-Syeikh Syu’ib al-Arnaud: Al-Hafizd Abu Fadl Abd al-Rahim al-‘Iraqi (wafat 806H) telah menyemak hadis-hadis Ihya ‘Ulumiddin kesemuanya dalam semua kitab yang dinamakan Al-Mughni ‘an haml al-Asfar fi al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ihya min al-Akhbar. Ia dicetak bersama dengan Ihya. Beliau telah menunjukkan setiap hadis kepada sumbernya serta menyatakan kedudukannya.

Kebanyakan hadis tersebut beliau menghukumnya sebagai daif (lemah) atau palsu, atau ia tidak ada asal daripada ucapan Rasulullah s.a.w.. Maka hendaklah para penulis, khatib, guru dan penceramah berhati-hati dalam memetik dan berhujah dengan hadis-hadis Ihya selama mereka tidak jelas tentang kesahihannya menerusi semakan al-Hafizd al-‘Iraqi.

Sesungguhnya seorang ulama hadis Syam, Badr al-Din al-Hasani telah berkata, “"Tidak harus menyandarkan sesebuah hadis kepada Rasulullah kecuali apabila dinyatakan kesahihannya oleh salah seorang huffaz (yang amat pakar dalam hadis) yang dikenali. Sesiapa yang berkata: “Rasulullah telah bersabda” sedangkan dia tidak tahu kesahihan hadis tersebut menerusi salah seorang huffaz, dibimbangi dia termasuk dalam hadis “Sesiapa yang berdusta ke atasku apa yang aku tidak ucapkan, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka".” (Rujukan: Syu’ib al-Arnaud, nota kaki tahqiq Siyar ‘Alam al-Nubala’, 19/340.)

Kata al-Syeikh Abu Syahbah pula, “"Aku nasihatkan kepada sesiapa yang membaca Ihya agar tidak berpegang dengan hadis-hadis yang disebutkan kecuali setelah melihat takhrij al-‘Iraqi. Jika tidak dia akan terjatuh dalam dosa berdusta sedangkan dia tidak sedar".” (Rujukan: Muhammad Abu Syahbah, Al-Wasit fi ‘Ulum wa Mustalah al-Hadis, hlm. 254, Kaherah: Dar al-Fikr.)

Antara hadis yang al-Ghazali dikritik hebat kerana menyebutnya dalam Ihya ialah hadis Solat Raghaib iaitu solat yang dilakukan pada malam Jumaat pertama bulan Rejab. Hadis cara dan fadilat solat ini disebut dan digalakkan dalam Ihya sedangkan ia dinilai sebagai palsu oleh para ulama hadis. Al-Hafiz al-‘Iraqi yang menilai hadis ini adalah pakar besar dalam bidang hadis. Beliau menyatakan beliau mendapati tiada asal usul bagi hadis ini.

Al-Imam al-Nawawi (meninggal dunia 676H) ketika mensyarah hadis Muslim daripada Abi Hurairah memetik Baginda bersabda, "Jangan kamu mengkhususkan malam Jumaat dengan solat yang berbeza dengan malam-malam yang lain. Jangan kamu mengkhususkan hari Jumaat dengan puasa yang berbeza dengan hari-hari yang lain, kecuali ia dalam (bilangan hari) puasa yang seseorang kamu berpuasa)".

Al-Imam al-Nawawi berkata, "“Pada hadis ini larangan yang nyata mengkhususkan malam Jumaat dengan sesuatu solat yang tiada pada malam-malam lain dan puasa pada siangnya seperti yang telah dinyatakan".

Sepakat para ulama dalam kemakruhannya. Para ulama berhujah dengan hadis ini mengenai kesalahan solat bidaah yang dinamakan solat al-Raghaib.

Semoga Allah memusnahkan pemalsu dan pereka solat ini. Ini kerana sesungguhnya ia adalah bidaah yang mungkar daripada jenis bidaah yang sesat dan jahil. Padanya kemungkaran yang nyata. Sesungguhnya sejumlah para ulama telah mengarang karangan yang berharga begitu banyak dalam memburukkan dan menghukum sesat orang menunaikan solat tersebut dan perekanya.

Para ulama telah menyebut dalil-dalil keburukan dan kebatilannya dan kesesatan pembuatnya. (Rujukan: Al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, 3/211, Beirut: Dar al-Khair.)

Beliau pernah berkata, "Bidaah yang buruk lagi sangat mungkar, jangan terpengaruh dengan ramai yang melakukannya di banyak negeri. Juga jangan terpengaruh disebabkan ia disebut dalam Qut al-Qulub dan Ihya Ulumiddin". (Rujukan: petikan daripada Ali Hasan Ali, Kitab al-Ihya fi Mizan al-Ulama, hlm. 21.)

Al-Imam al-Sayuti (meninggal dunia 911H) menyatakan, "Ketahuilah olehmu, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya membesarkan hari tersebut dan malamnya (hari dan malam Jumaat pertama Rejab) hanya perkara baru yang dibuat dalam Islam selepas 400 tahun. Diriwayatkan mengenainya hadis yang palsu dengan sepakat ulama yang mengandungi kelebihan berpuasa pada siangnya dan bersolat pada malamnya. Mereka menamakan solat Raghaib".

Katanya juga, ketahuilah sesungguhnya solat yang bidaah ini menyanggahi kaedah-kaedah Islam dalam beberapa bentuk. (Rujukan: Al-Sayuti: Abd al-Rahman bin Abi Bakr, Al-Amr bi al-Ittiba wa al-Nahy an al-Ibtida hlm. 52-54, Beirut: Dar al-Fikr al-Lubnan.)

Demikian juga kitab-kitab kerohanian kesufian lain yang kebanyakan penulisnya tidak mengambil berat soal kesahihan hadis-hadis. Ini seperti kitab Tanbih al-Ghafilin yang banyak dibaca di masjid dan surau. Demikian juga Bustan al-Arifin dan lain-lain.

Kata al-Syeikh Abu Syahbah, "Kitab Tanbih al-Ghafilin karangan al-Samarqandi; wajib pembaca berhati-hati terhadap hadis-hadis palsu dan Israiliyyat di dalamnya. Juga kitab Bustan al-Arifin yang juga karangannya patut pembaca berjaga-jaga". (Rujukan: Muhammad Muhammad Abu Syahbah, Al-Wasit fi Ulum wa Mustalah al-Hadis, hlm. 354, Kaherah: Dar al-Fikr.)

Mengkritik hadis-hadis lemah dan palsu dalam kitab Ihya Ulumiddin tidaklah bermaksud menghina atau melupakan jasa dan sumbangan al-Ghazali. Namun, kita harus berkata benar dan jujur dalam segala perkara.

Menghargai seseorang tidak boleh membawa kita mengatakan kesilapannya sebagai kebenaran. Jasanya dikenang. Namun kesilapan dinilai agar mereka yang membaca kitab tersebut tidak membuat kesalahan dengan menganggap riwayat yang tidak layak dinilai sebagai hadis dikatakan hadis.

Firman Allah yang bermaksud, "Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang sentiasa menegakkan keadilan, lagi menjadi saksi (yang menerangkan kebenaran) kerana Allah, sekalipun terhadap diri kamu sendiri, atau ibu bapa dan kaum kerabat kamu". (al-Nisa’: 135)

Justeru para pembaca kitab-kitab ini hendaklah berhati-hati ketika memetik hadis-hadis daripada kitab-kitab tersebut.

DOWNLOAD KITAB TERJEMAH IHYA ULUMUDDIN

COMMENTS

BLOGGER
Nama

aagym,19,Aagym Audio,8,Abdur Raheem Green,2,Akhir Zaman,17,Akhir Zaman Ebook,32,Akhlaqul Karimah,16,Al Masih,7,apk bahasa,1,apk doa,2,apk Quran,3,apk salat,2,apk umum islam,1,Aplikasi Islami,26,aplikasi total android,9,Audio,14,Audio Tajwid,2,Bang Imad,4,Bani Jawi dan Melayu,3,BELA DIRI,1,Belajar Bahasa Arab,2,Berita dan Kasus,25,Berita Islami,18,Bola,3,Buku Imran Hosein,2,Catatan Sang Pujangga Sesi 1,4,Dajjal,10,Doa dan Ruqyah Audio,1,Download Ebook Islami,25,Download Ebook Kristologi,19,Download Ebook Umum,4,Ebook Detektif,1,Ebook Doa,5,Ebook Fiqih,20,Ebook Hadits,18,Ebook Hubungan,7,Ebook Keluarga,4,Ebook Quran,20,Ebook Sejarah,22,Ebook Tajwid,3,Ekonomi Islam,24,Freemasonry,21,Gaib dan Non Dunia,43,Gaib dan Non Dunia Video,6,Gog and Magog,1,Hassan Al Banna,1,Hj. Irene Handono,1,Ibadah Sehari-hari,1,Ideologi,2,Imran Hosein,15,islam,1,Islam dan Hindu,2,Keajaiban Islam,15,Keluarga Bahagia,3,Keluarga Ibrahim,10,Kisah-Kisah Motivasi,9,Komunis,3,Konspirasi Amerika,17,konspirasi zionis,60,Kristologi,53,KUNGFU,1,Liberalis,1,Lintas Agama,24,Love Islam,39,Love Kesehatan,6,Love Menulis,5,Love Musik,1,Love ng-BLog,3,Love Nonton Bareng,10,Maria Magdalena,1,Masalah Syi'ah,2,Masuk Islam,17,Minerva,4,Nubuat Muhammad,3,Office,1,Pancasila,1,Pengendalian Pikiran,12,Permasalahan Islami,17,Pernikahan,1,Politik,29,Protokol Zionisme,11,Puasa,3,Realita Akhir Zaman,35,Romansa dan Cinta,14,Science and Signs,1,Sejarah dan Biografi Islam,55,Setanisme,1,Sihir,13,Software Belajar Bahasa Inggris,3,Software dan Aplikasi,10,Sofware dan Download,9,Sundaland dan Atlantis,6,Takbiran Audio,3,The Truth Of Islam,29,Tilawah Quran,1,Video Akhir Zaman,14,Video Dokumenter,7,Video Imran Hosein,12,Video Masuk Islam,10,video sosial eksperimen,5,Video Zakir Naik,11,Wakeup Project,8,Yesus dan Isa,1,Yusuf Estes,3,Zakir Naik,14,
ltr
item
love is rasa: Download Terjemah Ihya Ulumuddin dan Kontroversi Alim Ulama
Download Terjemah Ihya Ulumuddin dan Kontroversi Alim Ulama
Download Terjemah Ihya Ulumuddin | Ihya Ulumuddin dan Kontroversi Alim Ulama | SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN | SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN HAMKA | Hadis Palsu Dalam Kitab Ihya Ulumuddin Imam al-Ghazali |
https://2.bp.blogspot.com/-pGsObkQYJbY/ViGlPyb5SxI/AAAAAAAACsM/6Z3njUdiwUg/s640/ihya%2Bulumuddin%2Bpajang.jpg
https://2.bp.blogspot.com/-pGsObkQYJbY/ViGlPyb5SxI/AAAAAAAACsM/6Z3njUdiwUg/s72-c/ihya%2Bulumuddin%2Bpajang.jpg
love is rasa
https://love-is-rasa.blogspot.com/2015/10/download-terjemah-ihya-ulumuddin-kontroversi-ulama.html
https://love-is-rasa.blogspot.com/
https://love-is-rasa.blogspot.com/
https://love-is-rasa.blogspot.com/2015/10/download-terjemah-ihya-ulumuddin-kontroversi-ulama.html
true
2777010531160768459
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content